Header Ads

PKI Ingin Bangkit Kembali?



Gambar dan simbol PKI dipertontonkan
Sejumlah gambar dan simbol-simbol PKI bermunculan di beberapa daerah. Inikah pertanda PKI ingin bangkit kembali?

Lima puluh tahun yang lalu, tepatnya tanggal 30 September 1965, terjadi peristiwa penting yang menjadi titik menentukan bagi perjalanan sejarah Republik Indonesia (RI). Peristiwa terbunuhnya tujuh perwira tinggi Angkatan Darat oleh gerakan yang kita sebut Gerakan 30 September 1965 (G30S-PKI). Gerakan dari partai berideologi komunis yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI), yang berusaha merebut kekuasaan negara melalui gerakan radikal yang telah menelan korban. Bukan hanya tujuh pahlawan revolusi, juga ribuan nyawa tak berdosa lainnya di seluruh penjuru negeri. Hal itu, sebagai tonggak sejarah baru negara Indonesia dalam menapaki kehidupan berbangsa dan bernegara.

Bagi PKI, tahun 1965 sesungguhnya merupakan perjalanan puncaknya dari keinginan PKI untuk mendirikan negara yang berideologi komunis. Kenapa demikian, karena PKI diyakini oleh para pemimpinnya adalah solusi jitu bagi negeri Indonesia yang sebagian besar kala itu rakyatnya petani untuk lepas dari belenggu negara-negara imperalis seperti Amerika Serikat dan sekutunya. Dalam upaya menciptakan negara komunis, tercatat sejak tahun 1926 hingga 1965, PKI secara getol terus melakukan intrik politik, baik secara lokal maupun nasional. Satu-satunya kekuatan terbesar yang selalu  menghalangi tumbuh kembangnya PKI adalah Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Sejarah PKI sendiri terlahir dari sebuah perkumpulan, dimana pada bulan Mei tahun 1914 di Semarang berdiri Perkumpulan Organisasi Sosial Demokratik Indonesia yang dikenal dalam bahasa Belandanya, Indiskhe Sociaal Democratiskhe Vereniging (ISDV). Organisasi ini adalah sebuah organisasi politik yang menghimpun para intelektual revolusioner bangsa Indonesia dan Belanda. Tujuan organisasi itu adalah untuk menyebarkan paham marxisme di kalangan kaum buruh dan rakyat Indonesia. Perkumpulan Sosial-Demokratis Indonesia ini kemudian pada tanggal 23 Mei tahun 1920 berubah nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan ketua partainya, Semaun, yang dalam buku sejarah tercatat, sebagai anak dari tukang batu di Jawatan Kereta Api, asal Jombang Jawa Timur.

Di awal pergerakannya, PKI bisa memobilisasi kaum tani dan buruh yang pada saat itu sedang berjuang melawan imperialisme Belanda. Perjuangan mereka masih berupa kelompok-kelompok kecil yang sifatnya sedaerah atau sesuku. Namun sejak keberadaan PKI, perjuangan melawan Belanda diganti menjadi perjuangan proletariat yang terorganisir. PKI sejatinya bisa membuktikan diri mampu memimpin perjuangan kaum tani dan gerakan revolusioner lainnya. Hal yang wajar bila ketika itu PKI sering disebut anak zaman, karena lahir pada saat waktu yang tepat karena bangsa sedang dilanda terpecah belah dalam melawan Belanda. Dari sini, pada perkembangannya ada kemiripan dengan lahirnya Bung Karno, yang konon ia lahir pada saat negara sangat membutuhkan figurnya.

Namun, di tengah bangsa yang sedang melakukan perjuangan merebut kemerdekan, keberadaan Bung Karno dan PKI jelas berbeda. Secara ideologi Bung Karno sangat nasionalis, bangsa Indonesia ingin dibangun dengan budayanya sendiri yaitu dengan dasar Pancasila, yang tidak akan mengubah tatanan negara yang dicitakan nenek moyangnya. Berbeda dengan PKI, yang dari awal pergerakannya bertujuan untuk menciptakan negara dengan ideologi komunis yang berkiblat pada kekuatan negara komunis terbesar yaitu Uni Sovyet dan Cina.

Karena motivasinya mendirikan negara komunis, maka PKI dalam pergerakannya lebih memilih garis radikal di tengah kancah perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia. Hal ini tampak dalam berbagai tindakan pemogokan dan pemberontakan yang merusak aset negara dan mengakibatkan pertumpahan darah. Kemudian aksi radikal PKI dilanjutkan dengan aksi-aksi pemogokan yang lebih luas di berbagai wilayah Indonesia.

Dalam perkembangan selanjutnya, PKI diperkuat oleh tokoh-tokoh komunis seperti Tan Malaka, Alimin, dan Muso. Sepeninggal Semaun dan Darsono, pemimpin-pemimpin PKI yang masih ada, pada akhirnya selalu melakukan pemberontakan yang menyimpang dari pola umum kebangkitan nasional bangsa Indonesia melawan kolonialisme Belanda, yang nantinya selalu berhadapan dengan tentara Indonesia.

Masa puncak kejayaan PKI di skala nasional ketika dipimpin oleh DN Aidit. Dampak persaingan sengit di tubuh Partai Nasional Indonesia (PNI) yang memungkinkan Bung Karno tersingkir dari kekuasaan politiknya.  Untuk tidak jatuh dalam mempertahankan kekuasaannya, Bung Karno melakukan pendekatan dengan kekuatan partai politik lainnya yang berbasis masa, salah satunya yang dirangkul oleh Bung Karno adalah PKI yang dipimpin DN Aidit.  Sejak saat itu, Bung Karno dan DN Aidit sering berdiskusi tentang problem negara ke depan dalam melawan negara imperialis dan kapitalis.

Eratnya hubungan antara ketua PKI, DN AIdit dan Bung Karno sampai pada puncaknya, manakala Bung Karno menggulirkan konsep politik Nasionalis Agama dan Komunis (Nasakom). Ide yang memberikan ruang hidup yang lebih luas bagi PKI untuk membangun basis-basis kekuatannya. Didukung dengan doktrin politik Bung Karno sebagai panglima, membuat negara dalam ketika itu mengalami instabilitas politik, keamanan dan ekonomi yang berkepanjangan sehingga makin jauh dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Paham Nasakom pula yang melatari adanya poros Jakarta-Peking dan Pyongyang, yang menunjukkan bahwa afiliasi politik saat itu lebih menitik beratkan kepada blok timur yang mengusung ideologi marxis komunis. Akibatnya pada tahun 1965 PKI telah menjelma sebagai organisasi komunis dengan pengikut nomor tiga terbesar di dunia.

Boleh jadi, saat itu tidak ada satu intansipun baik sipil maupun militer yang steril dari pengaruh infiltrasi komunis dalam bungkus PKI. Seiring dengan itu, arogansi mulai tumbuh sehingga meremehkan kekuatan lawan politik seperti angkatan darat dan ormas-ormas keagamaan yang dengan gigihnya terus berusaha menghadang gerakan komunis Indonesia.

Tahun 1965, menjadi tahun kelabu bagi PKI. Setelah lengsernya Bung Karno dari kepemimpinan nasional dan digantikan Jenderal Soeharto, gerakan pembumi hangusan PKI dari bumi Indonesia semakin massif. Angkatan darat yang merasa luka karena para Jenderalnya dibunuh dengan masyarakat yang merasa telah dirugikan PKI, melakukan sapu bersih dari semua unsur PKI dari tingkat kader hingga pucuk pimpinan semuanya ditangkap bahkan tidak sedikit yang dibunuh. Berbagai ornamen dan segala bentuk paham komunis baik berupa buku atau karya ilmiah oleh pemerintah Orde Baru dimusnahkan, bukan itu saja, propaganda untuk membenci PKI pun dikibarkan. Singkat kata, pemerintahan Orde Baru 1965-1999 mengubur PKI sedalam-dalamnya.

Kini, setelah lima dekade dengan meninggalkan sejuta pilu bagi bangsa ini, tentu bukan perkara mudah untuk tidak berfikir PKI akan kembali. Dalam rentang setahun terakhir ini, nyata sekali ada beberapa kelompok masyarakat yang ingin mencoba membuka memori lagi tentang PKI. Apakah hal ini menyiratkan bahwa PKI kembali bersemi?

Kini simbol simbol PKI mulai bersemi kembali di berbagai daerah seperti di Pamekasan, Madura, yang menampilkan gambar palu arit saat pawai keliling kota, lalu di Universitas Negeri Jember, beberapa mahasiswanya mencoret-coret gambar palu arit di teras gedung fakultasnya, kemudian di Taman Mini Indonesia Indah ada gambar atau logo PKI di salah satu anjungannya. Di Solo, ditemukan buku tentang PKI terbitan baru di sebuah rumah kontrakan. Bahkan, di tempat itu ditemukan pula bendera serta blanko kartu anggota PKI lengkap dengan nomor registernya, entah siapa yang membuatnya. Tapi yang pasti, berseminya kembali simbol-simbol PKI dibuat dan sengaja dipamerkan di ruang publik, menandakan adanya sekelompok masyarakat yang ingin PKI dihidupkan kembali.

Lalu, bagaimana sikap kita jika memang benar PKI ingin bangkit kembali di Bumi Pertiwi?
- See more at: http://indonesianreview.com/

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.