Header Ads

Menuju Kemerdekaan Aceh


Peringatan 10 tahun MoU Helsinki
IndonesianReview.com -- Peringatan sepuluh tahun perjanjian damai RI-GAM di Helsinki, Finlandia, beberapa waktu lalu kembali memanas. Janji Pemerintah Aceh, yang sebelumnya memutuskan tidak akan mengibarkan bendera Aceh pada peringatan perdamaian tersebut, ternyata hanya omong kosong.

GAM unjuk kekuatan lagi di Aceh. Di wilayah yang tak mau mengaku sebagai salah satu provinsi Indonesia ini, peringatan 10 tahun perdamaian dan kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 2015, diwarnai dengan pengibaran bendera bulan dan bintang. Celakanya pengibaran ini direstui oleh Pemerintah daerah Kota Lhokseumawe dan DPRK Aceh Utara maupun Lhokseumawe sebagai simbol tuntutan agar Pemerintah Indonesia segera mengakui bendera tersebut.

Pada peringatan MoU Helsinki 15 agustus lalu, bendera separatis Bulan Bintang di halaman masjid Islamic Center Kec. Banda Sakti Kota Lhokseumawe yang dilakukan oleh eks GAM dan Partai Aceh, dikibarkan di samping Bendera Merah Putih yang berukuran lebih kecil.

Ada juga aksi lain yang melecehkan Indonesia. Pada saat bersamaan, 87 lembar umbul-umbul bernuansa merah-putih dan bendera Merah Putih diturunkan oleh orang tak dikenal di Nisam, Kab Aceh Utara.

Meskipun kemudian biro kepala hukum pemerintah Aceh menyatakan bahwa insiden pengibaran bendera Aceh tersebut perlu dipisahkan dari peringatan sepuluh tahun MOU Helsinki. Pernyataan ini jelas hanya upaya dari pemerintah Aceh untuk cuci tangan dari persoalan.

Memang sejauh ini pemerintah Aceh dan pemerintah pusat masih melakukan cooling down hingga Oktober mendatang dalam perundingan terkait qanun/perda tentang bendera dan lambang Aceh. Pemerintah Aceh mengganggap bendera Aceh yang diatur dalam Qanun (Perda) Aceh tidak bertentangan dengan MOU Helsinki, dan bahkan tidak menyalahi dari PP No 77 Tahun 2007 tentang lambang daerah.

Keyakinan Pemerintah Aceh ini juga diperkuat dengan ketidakjelian Pemerintah Pusat dalam menerbitkan PP No.77 tersebut. Dalam salah satu pasal PP tersebut disebutkan logo dan bendera bulan sabit yang digunakan gerakan separatis di Aceh. Pasal ini dinilai pemerintah Aceh dengan DPRA Aceh tidak sama dengan desain dan logo bendera yang disahkan dalam qanun no 3/2013 yaitu bendera bulan bintang, bukan bendera bulat sabit. Namun Jakarta menganggap keberadaan bendera itu identik dengan menghidupkan kembali ide separatisme.

Hingga hari ini, bendera berlogo bulan-bintang berlatar merah yang mirip bendera GAM, masih sering berkibar di wilayah Aceh Utara, Kabupaten Pidie, serta beberapa tempat lainnya. Bahkan di pelosok (di wilayah Aceh Utara, Kabupaten Pidie, dan beberapa tempat lainnya) sudah lama dikibarkan bendera GAM dan belum diturunkan aparat keamanan.

Nampaknya tekanan politik Aceh kepada pemerintahan Jokowi akan terus berlanjut hingga terimplementasinya dan disahkannya semua keinginan politik partai Aceh oleh pemerintah pusat.

Kejadian pengibaran bendera bulan bintang yang mirip bendera GAM dan lambang singa burak, yang merupakan lambang GAM 15 agustus lalu, menjadi bukti. Salah satu tuntutan yang di suarakan yakni segera disahkannya qanun/perda terkait komisi kebenaran dan rekonsiliasi yang menangani dan menyelidiki pelanggaran ham masa lalu.

Namun, apapun ceritanya, semangat disintegrasi di Aceh jelas masih kental untuk lepas dari NKRI.
- See more at: http://indonesianreview.com/

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.