Header Ads

Indonesia Terancam Jadi Negara Bangkrut Jika Telat Bertindak

Indonesia Terancam Jadi Negara Bangkrut Jika Telat Bertindak
Harian Warta Kota/henry lopulalan
DOLAR MENGUAT- Suasana penukaran uang di Kwitang, Senen, Jakarta Pusat, Kamis (23/7/2015). Dolar menguat dari rupiah dan menembus 14.000 Rupiah per-dolar. Warta Kota/henry lopulalan
Oleh: Beni Pramula

Ketua Umum DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah,
Presiden Pemuda Asia Afrika

TERLAMBAT sedikit, bangsa Indonesia terancam menjadi negara bangrut. Semua pihak sepakat saat ini bangunan ekonomi Indonesia sedang goyah, ditandai pelemahan nilai tukar rupiah dan ancaman pemutusan hubungan kerja di berbagai perusahaan.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kian melemah. Awal minggu ini, Senin (24/8/2015), rupiah terus tertekan dan menyentuh level psikologis Rp 14.000. ‎

Apabila kondisi pelemahan ekonomi kian tak menentu sementara kegaduhan politik kian tak teratasi, diikuti keresahan rakyat di mana-mana, maka masa depan Indonesia bisa suram.

Kita tentu tidak ingin hal itu terjadi, untuk itulah Jokowi-JK harus segera mengakhiri tren negatif ekonomi ini jika tak mau dilengserkan karena tak mampu memperbaiki kondisi.
‎‎
Hari ini, Senin (24/8/2015), dari data Bloomberg per pukul 08.45 WIB, rupiah berada pada posisi 13.932 per dolar AS, melemah dibandingkan penutupan sebelumnya di level 13.885.‎‎

Dari runut waktu, berbasis Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah berada di level terbaiknya pada 11 Juli 2013 silam, dengan nilai Rp 9.980 per dolar AS.

Sejak itu, atas berbagai faktor, termasuk kenaikan suku bunga AS, rupiah selalu diperdagangkan di atas level Rp 10.000 atas dolar AS.


Harapan akan adanya penguatan rupiah atas terpilihnya Jokowi-JK sempat tersembul saat rupiah menguat pada hari pelantikan, 20 Oktober 2014, meski hanya naik sekitar 200 basis poin di posisi Rp 12.041 dari sebelumnya di level Rp 12.222 per dolar AS pada 17 Oktober. Pun, penguatan hanya terjadi kurang dari dua pekan.

Rupiah justru kian melemah setelah kabinet pemerintahan terbentuk, diperdagangkan Rp 12.264 per dolar AS pada 1 Desember 2014. Hingga Agustus 2015, tren penurunan nilai tukar rupiah terus terjadi.

Pengaruh global tak bisa dibendung oleh sentimen pemerintahan baru dengan program-program kerjanya. Bahkan, masuk awal 2015 ketika program-program Jokowi sudah mulai terlihat arahnya, belum juga mendapat respons positif dari pasar keuangan, malah cenderung memburuk. ‎

Alhasil, per Mei, Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,7 persen. Angka ini turun dari triwulan sebelumnya yang sebesar 5,02 persen. ‎

Bulan ini, rupiah juga mendapat tantangan baru berupa kebijakan terbaru dari People's Bank of China (PBoC) atau bank sentral China yang mendevaluasi Chinese Yuan Renminbi (CNY) rates sebesar 1,9 persen.

Hal tersebut diperparah oleh penurunan harga komoditas dunia akibat melemahnya ekonomi Tiongkok. Ekspor Indonesia anjlok, pertumbuhan ekonomi terus mengalami perlambatan.

Ingat, Uni Soviet bangkrut dan bubar karena telat mengambil sikap, kita tidak boleh lengah menghadapi kondisi saat ini. Kalau telat ambil sikap, maka Indonesia akan menjadi sejarah negara gagal dan bangkrut di kepemimpinan Jokowi, kabinet dan tim ekonominya yang tak mampu bekerja untuk memperbaiki kondisi ekonomi yang semakin terpuruk ini. Pada kasus Uni Soviet dan Yugoslavia, selain bangkrut ketika terjadi krisis ekonomi, juga terjadi disintegrasi bangsa.

Sejarah telah membuktikan apabila satu negara mengalami pelemahan ekonomi, kegaduhan politik, harga sembako melambung tinggi, daya beli masyarakat melemah, dan keadaan terpecah-belah maka akan mengundang intervensi kepentingan asing yang lebih kuat untuk masuk dan merusak tatanan kehidupan berbangsa.

Suimber : http://m.tribunnews.com

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.