Header Ads

Komunikasi Konstruktif Diperlukan Menatap Masa Depan Tanah Papua

Jayapura - Komunikasi konstruktif sangat diperlukan dalam menatap masa depan Tanah Papua karena dua alasan. Pertama, ada konflik-konflik yang perlu diselesaikan secara damai. Papua telah menjadi tanah konflik selama 52 tahun berintegrasi dalam Republik Indonesia.

Ada konflik vertikal antara Pemerintah dan rakyat Papua, terutama dengan orang Papua yang memperjuangkan kemerdekaan Papua Barat melalui Organisasi Papua Merdeka (OPM), yang hingga kini belum diatasi. Selain itu, masih ada konflik horizontal antar warga sipil, seperti perang suku dan pertikaian antar kelompok.

Kedua, ada banyak masalah yang masih perlu ditangani. Tanah Papua mempunyai banyak masalah di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, lingkungan hidup, hukum dan Hak-hak Asasi manusia, pemerintahan, politik, dan budaya.

Semua masalah dan konflik ini tidak dapat diatasi melalui cara-cara destruktif seperti kekerasan, entah apapun tujuan dan motifnya, dan pemaksaan kehendak. Oleh sebab itu, komunikasi konstruktif diperlukan guna menangani dan menyelesaikan konflik dan masalah-masalah ini secara menyeluruh.
Ini dikatakan Pastor Neles Tebay dalam diskusi yang diprakarsai Indonesian Journalist Network (IJN) Papua dengan tema "Menggagas Komunikasi Konstruktif Pemerintah Dengan Komponen Masyarakat Papua Sebagai Fondasi Untuk Menatap Masa Depan Tanah Papua" di Hotel Grand Abe, Kotaraja, Senin (24/8) siang.

Selesaikan

Dikatakan, konflik vertikal dan horizontal serta berbagai permasalahan pembangunan di Tanah Papua perlu diselesaikan secara menyeluruh melalui komunikasi konstruktif yang merupakan fondasi untuk menatap masa depan Tanah Papua.

"Pertanyaannya adalah masa depan Tanah Papua seperti apa yang ingin kita bangun? Sebelum mengatasi konflik dan masalah, semua orang yang hidup di Tanah Papua, yang kami sebut sebagai warga Papua, perlu memiliki pandangan yang sama tentang masa depan Tanah Papua," kata Pator Neles.
"Warga Papua juga mesti mampu menggambarkan secara jelas masa depan Tanah Papua yang hendak diperjuangkan secara bersama. Masa depan tersebut dapat berperan sebagai visi hidup bersama warga Papua. Visi ini perlu didiskusikan oleh semua komponen warga Papua, sehingga semua orang yang hidup di bumi cenderawasih ini mempunyai satu visi hidup bersama yang menjadi masa depan Tanah Papua," sambungnya.

Dalam diskusi sehari itu hadir juga pembicara DR Bernardha Materai pengajar di Universitas Cenderawasih yang menulis buku Nasionalisme Ganda Orang Papua, Akademisi Universitas Cenderawasih Marinus Young dan Deputi 1 Politik Dalam Negeri, Menkopolhukam Drs Safei.

Dikatakan, Neles Tebay, segala upaya untuk menjadikan Papua sebagai tanah damai dilaksanakan atas dasar dan dibimbing oleh sepuluh nilai universal yakni keadilan, partisipasi, rasa aman, harmoni, kebersaman, pengakuan dan harga diri, komunikasi dan informasi, kesejahteraan, kemandirian, dan kebebasan.
"Hanya dengan menegakkan sepuluh nilai ini, Papua dapat diwujudkan sebagai tanah damai. Diyakini bahwa satu saja dari sepuluh nilai ini tidak diamalkan, maka Papua tidak pernah akan menjadi Tanah Damai. Menjadikan 10 nilai universal dasar pijakan dan pedoman yang mengarahkan, Papua Tanah Damai sebagai masa depan tidak dapat diwujudkan melalui kekerasan entah apapun tujuan dan motifnya, pemaksaan kehendak, dan semua tindakan entah apapun bentuknya yang bertentangan dengan sepuluh nilai universal di atas. Maka komunikasi konstruktif merupakan landasan utama untuk menata Papua menjadi Tanah Damai,"ujarnya.

Suara Pembaruan
Robert Isidorus/FQ

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.