Header Ads

Miras, Senjata Pembunuh Generasi Bangsa Papua



Minuman keras, bukanlah sebuah budaya yang ada di Papua. Tetapi entah kenapa menjadi sangat laku keras untuk dijual, untuk dikonsumsi oleh muda mudi (termaksud saya tapi itu dulu). Minuman keras dari yang berlabel sampai yang oplosan, dari yang campuran kimia sampai sadapan kelapa atau enau menjadi konsumsi khas. Dan kebiasan terbut telah menjadi budaya baru.
Air kata-kata, dengan miras sikap berani ditimbulkan. Kesenangan sesaat tetapi menjadi racun mematikan yang sangat-sangat berbahaya.

Sebelum melanjutkan maksud daripada tulisan ini bukan untuk menyalahkan siapa-siapa, tetapi sekedar share dan menjadi renungan bersama. Semoga saja ada perhatian serius dari seluruh generasi Bangsa Papua untuk menyadari bahwa peluang besar hilang suatu generasi ada dimiras.

Bicara soal pengalaman, saya juga pernah minum-minuman keras dari beberapa jenis. Dari yang hasil sadapan kelapa sampai yang dari pohon enau. Alcohol 70% dengan campuran coca cola, tetapi batasan minum itu tidaklah mengakibatkan parah, karena campuran yang dibuat sesuai. Alias masih dalam batasan yang wajar. Lalu dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak kejadian-kejadian dimana puluhan yang minum oplosan dan keracunan, ada yang harus cuci darah bahkan ada yang meninggal.

Beberapa waktu lalu hal ini juga terjadi di Fakfak, ada beberapa korban yang meninggal karena minuman beracun. Diantara para korban ada yang aktivis Papua merdeka. Lalu para korban meninggal ini, menurut cerita dari beberapa orang yang saya dengar, bukan meninggal disaat setelah menguk minuman beracun tetapi setelah lewat 2 - 3 hari barulah reaksi racun menjalar didalam tubuh.
 Kejadian minuman beracun ini juga terjadi pada awal tahun 2015 pada beberapa mahasiswa Fakfak di kota Yogyakarta. Sekitar 4 orang terpaksa masuk rumah sakit, cuci darah. Untung saja masih tertolong dengan cepat. Sehingga tidak ada korban jiwa.

Masih dari kota Yogyakarta pada bulan ke-2 tahun 2016, mahasiswa Papua dari beberapa kabupaten kembali menjadi korban minuman beracun. Para korban ini ada yang sempat dapat ditangani para medis, tetapi adapula yang akhirnya meregang nyawa. Bahkan pada tanggal 5 Februari 2016 tercatat ada 6 korban meninggal. Kemudian pada tanggal 7 Februari 2016 ditambah lagi 3 orang yang meninggal. Info dari beberapa teman di Yogyakarta ada belasan lagi yang masih dirawat di beberapa rumah sakit dikota Yogyakarta, dan ada pula yang mengkonsumsi minuman beracun tapi belum memeriksa kondisi tubuh apakah ada racun dan atau tidak.

Siapa Yang Bertanggung Jawab?

Dari kejadian ini tentunya menjadi tanda besar bagi generasi Papua, siapa yang harus disalahkan? Siapa yang bertanggung jawab? Apakah untuk si peminum (korban) atau si penjual? Apakah perda miras sudah berjalan sesuai atau ini bagian dari pembiaran sehingga menjadi mesin pembunuh untuk suatu kelompok komunitas yang kadang dicap suka onar, pemabuk, dan sebagainya? Apakah ini bagian dari upaya-upaya meredam gerakan mahasiswa yang semakin eksis dalam demonstrasi. Apakah ini juga bagian dari upaya mengacaukan, mengkotakan dan mencap stigma pemabuk melekat. Ataukah ini bagian dari salaj satu langkah badan intelijen Negara (BIN) sebagaimana termuat dalam pemberitaan di media, ada document rahasia yang bocor, didalamnya berisi langkah dan strategi kepada mahasiswa dengan perempuan, uang dan miras.  Tapi kembali pada maksud awal saya dalam tulisan ini bukanlah untuk menyalahkan si A atau si B, ini mungkin saja sudah takdir. Mereka menjadi korban dari sebuah produk illegal tak berizin yang kemudian didalam campurannya terdapat racun.

Miras, Budaya dari mana?

Secara umum menurut saya, miras bukanlah suatu budaya Bangsa Papua. Sejauh pengamatan dari 7 wilayah yang ada di Papua. Tidak punya suatu tradisi untuk minuman beralkohol. Budaya miras ini jelas akibat dari masuknya budaya bangsa-bangsa lain yang datang ke Papua. Pencampuran budaya, dan juga perkembangan zaman ikut membuat pengaruh kepada generasi bangsa Papua. Pohon kelapa berbuah jerigen, pohon enau berbuah jerigen  juga sudah menjadi pemandangan yang biasa di beberapa kota di Papua. Tapi suatu fakta unik, miras hasil sadapan tidak sampai pada si peminum keracunan, mungkin karena ada pencampuran dengan bahan-bahan yang lagi membuat minuman itu jadi beracun. Jelaslah bahwa minum minuman keras bukan budaya bangsa Papua. Kesadaran bersama untuk selamatkan generasi dari budaya yang merusak ini sangat penting. Bukan hanya dengan peraturan daerah, tetapi tetapi dukungan dari semua pihak di tujuh wilayah di Papua.

Melalui catatan singkat ini, saya juga menyampaikan turut berduka untuk teman-teman yang menjadi korban dari minuman beracun di kota Yogyakarta. Entah mereka sengaja atau tidak, pastilah mereka juga akan mendapatkan yang setimpal dengan apa yang sudah mereka lakukan.


By. Phaul Heger

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.