Header Ads

Membongkar Kebohongan Karutan Waiheru Ambon


Pemindahan 4 Narapidana politik (NAPOL) RMS (Simon Saija, William Lawalata, Paul Lodwyk Krikhoff dan Frans Sinmiasa) dari Rutan Waiheru Ambon ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Nania Ambon, sudah jadi persoalan hukum serius beberapa hari sesudah putusan Pengadilan Tinggi Maluku berkekuatan hukum tetap (Inkracht van beweijs) pada April 2015 tahun lalu.

Menurut Undang-Undang No.12/1995 Tentang Kemasyarakatan, ketika putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka orang yang dihukum pidana, secara hukum telah menjadi terpidana, dan bukan tahanan. Dengan status hukum sebagai terpidana, maka konsekuensi hukumnya, terpidana harus berada di dalam Lapas untuk dibina sebagai narapidana. Maka penahanan terhadap terpidana di Rutan adalah pelanggaran hukum atau kesalahan penerapan hukum.

Dalam kasus 4 Napol RMS tersebut, Hasan Basri, Kepala Rumah Tahanan Negara (Rutan) Waiheru Ambon, tidak saja diduga telah lakukan pelanggaran hukum, melainkan lakukan sejumlah pembohongan, sebagai dalih untuk menahan 4 Napol RMS di Rutan Waiheru. Setelah TP.TAPOL bertemu dengan Hasan Basri, Karutan Waiheru di ruang kantornya pada 13/01/2016 lalu dan ajukan keberatan dan memprotes pelanggaran hukum yang dilakukan Karutan Waiheru, akhirnya 3 Napol dipindahkan ke Lapas Nania, termasuk Simon Saija yang sedang sakit. Sedangkan Paul Lodwyk Krikhoff alias Ongker, hingga hari ini masih ditahan di Rutan Waiheru Ambon. Padahal status hukum Ongker sudah terpidana hampir setahun.
Dengan status sebagai Terpidana, maka menurut Undang Undang Kemasyarakatan, Ongker sudah harus dipidahkan ke LapS Nania. Menurut Ongker, Karutan Waiheru berdalih bahwa kawan-kawan Napol RMS di Lapas Nania menolak kehadiran Ongker di Lapas Nania. "Sama sekali tidak benar. Katong justru ingin supaya Ongker secepatnya bergabung di Lapas sini", kata Deny Akihary, Jefta Saija dan Daniel Malawau, ketika ditemui siang kemarin (10/02) di Lapas Nania Ambon.

Untuk yakinkan TP.TAPOL, mereka membuat dan menandatangani Surat Pernyataan yang isinya membantah dalih Karutan Waiheru, Hasan Basri. Berdasarkan bukti surat dan pengakuan ini, maka dalih Karutan dapat dianggap pembohongan pejabat publik yang menimbulkan kerugian bagi orang lain. Karena itu, perbuatan Hasan Basri, Karutan Waiheru, dapat saja masuk ranah hukum pidana dan dapat dipidana, bila dilaporkan ke polisi.

Ada beberapa upaya hukum yang dapat dilakukan TP.TAPOL. Ada proses non litigasi dan proses litigasi yang tersedia untuk memberi efek jera terhadap pejabat seperti Hasn Basri ini. Jalur hukum memang tersedia, namun aspek-aspek pendukung lainnya perlu juga dipertimbangkan. Semoga dalam rapat TP.TAPOL ada kejelasan dan kepastian jalan apa yang dipilih untuk menghantam pejabat publik yang sewenang-wenang lakukan abuse of power. Maka jangan sok kuasa bila punya jabatan dan sedikit kuasa. Sebab kuasa dan jabatan hanyalah daki yang melekat, yang dengan sekali gosokan saja, maka daki itu lepas lenyap.

Adakah diri kita menjadi cacat, ketika melayani publik dengan ramah sesuai norma hukum dan norma susila?
(Gbr : Jefta Saija Sedang tandatangani Surat pernyataan sebagai bukti penting)

Sumber: Beta Hahury | Fb

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.