Header Ads

17 Tahun Mencari Keadilan, Pelanggaran HAM Berat Wasior

Pers Rilis
Pelanggaran HAM Berat Wasior : 17 Tahun  Mencari Keadilan  


Peristiwa Wasior Berdarah merupakan salah satu pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh aparat keamanan Indonesia selama kurun waktu April - Oktober 2001 di Wasior.  Kasus pelanggaran HAM Wasior berawal dari masyarakat yang menuntut ganti rugi atas hak ulayat yang dirampas oleh perusahan pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH).  Masyarakat menuntut ganti rugi kepada perusahan  atas tanah adat –termasuk kayu-kayu mereka  yang dikuasai PT Dharma Mukti Persada. Tuntutan masyarakat tidak dipedulikan oleh pihak perusahaan yang di backup oleh anggota Brimob . Kemudian sekelompok orang bersenjata melakukan penyerangan  terhadap PT Darma Mukti Persada (DMP) di Kecamatan Wasior pada tanggal 31 Maret 2001. Dalam peristiwa tersebut tiga orang pegawai PT DMP menjadi korban. Pada tanggal 13 Juni 2001 terjadi lagi penyerangan terhadap base camp CV Vatika Papuana Perkasa (VPP) di desa Wondiboi. Dalam peristiwa ini lima orang anggota Brimob tewas dan satu orang warga sipil. Setelah peristiwa tersebut, Polda Papua melakukan pengejaran dan penyisiran terhadap pelaku penyerangan ke berbagai desa dan kecamatan disekitar Wasior,  dengan dukungan Kodam XVII Trikora  melakukan  " Operasi Tuntas Matoa".

Operasi ini menyebabkan korban dikalangan masyarakat sipil. Berdasarkan laporan Komnas HAM telah terjadi indikasi kejahatan HAM dalam bentuk :
1. Pembunuhan ( 4 kasus) ;
2. Penyiksaan ( 39 Kasus ) termasuk menimbulkan kematian ( Dead in custody);
3. Pemerkosaan ( 1 kasus); dan
5. Penghilangan secara paksa ( 5 Kasus);
 6. Terjadi pengungsian secara paksa  yang menimbulkan kematian dan penyakit; serta
7. Kehilangan dan pengrusakan harta milik.  Karena  pada saat operasi tersebut terdapat 51 rumah
yang dibakar beserta harta benda di 8 lokasi yang berbeda (Wasior Kota, Kampung Wondamawi, Kampung Wondiboi, Kampung Cenderawol, di Sanoba. Operasi tersebut juga memakan korban secara meluas ke beberapa daerah luar teluk Wondama seperti Yopanggar bagian utara teluk wondama, wilayah kepulauan Roon, Kecamatan Windesi, kecamatan Ransiki, Bintuni, kota Manokwari dan Nabire.

Kasus Wasior berdarah tahun 2001 merupakan pelanggaran HAM berat, yang diatur dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia,  pasal 9  ( unsur Kejahatan Kemanusiaan_, dan juga mengandung unsur pelanggaran hak asasi manusia).  Dalam pasal ini menyebutkan bahwa : " kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang deketahui bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa :
a) pembunuhan,
b) pemusnahan,
d) pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa,
e) perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar ( asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional,
f) Penyiksaan,
g) perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan dan i) Penghilangan orang secara paksa.


Walaupun termasuk dalam pelanggaran HAM berat, kasus ini dianggap seperti masalah biasa saja. Kasus Wasior Berdarah telah terjadi 17 tahun lalu, tetapi sampai sekarang belum ada niat dan komitmen pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan dan mengadili para oknum pelaku kejahatan kemanusiaan tersebut. Kejaksaan Agung sudah memperlakukan komnas HAM menjadi penyidik (tanpa memberi wewenang) dengan menjalankan kewenangan mencari pelaku, bukti-bukti untuk pengadilan. Tugas Komnas HAM sebagai penyelidik menurut UU 26/2000 & UU 8/81 cukup sampai menemukan perbuatan yang diduga sebagai pelanggaran HAM yang berat. Sedangkan mencari bukti guna membuat terang siapa pelakunya adalah tugas penyidik yang tak lain adalah Jaksa Agung itu sendiri. Hal ini menyebabkan kasus  Wasior Berdarah hingga saat ini tidak jelas penuntasannya.

Dalam memperingati 17 Tahun Kasus Wasior Berdarah yang merupakan pelanggaran HAM berat, maka kami yang tergabung dalam Solidaritas Organisasi Sipil ( SOS ) untuk tanah Tanah Papua, menyatakan:

1. Mendesak Presiden Jokowi dan Kejaksaan Agung RI untuk segera menuntaskan  kasus Wasior Berdarah 2001 ke pengadilan HAM.
2. Mendesak pemerintah pusat untuk memulihkan, merehabilitasi dan remedy hak korban dan keluarganya sesuai dengan peraturan perundang-undangan 
3. Mendesak pemerintah untuk melaksanakan kewajiban dalam pemajuan, perlindungan dan pemenuhan HAM bagi pegiat kemanusiaan, pegiat masyarakat adat dan lingkungan.
4. Kami mendesak pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten untuk segera melakukan review perijinan kooperasi  dengan mendorong  tata kelola yang   berpihak  kepada masyarakat adat Papua dan kelestarian lingkungan.


Jayapura, 13 Juni  2018.

Narahubung:
•    ..................................
•    ....................................
•    ....................................

Kami yang bersoliritas bersama S.O.S untuk Tanah Papua

1.    Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua
2.    Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta
3.    KPKC Sinode GKI di Tanah Papua
4.    SKPKC Fransiskan Papua
5.    Perkumpulan Bantuan Hukum (PBH) Cenderawasih
6.     PT.PPMA Papua
7.    AURIGA Jakarta
8.    Forum Independen Mahasiswa (FIM) West Papua
9.    LinkAr Borneo, Kalimantan Barat
10.    SKP Keuskupan Agung Merauke ( KAME), Papua
11.    Yayasan Anak Dusun Papua (Yadupa)
12.    Papuan Voices Jayapura
13.    JERAT Papua
14.    Solidaritas Pedagang Asli Papua ( SolPAP )
15.    Gerakan Mahasiswa dan Pemuda (GempaR) Papua
16.    Generasi Muda Papua Peduli Hak Adat (GEMPHA) Papua
17.    Perhimpunan Bantuan Hukum Keadilan dan Perdamaian (PBHKP)
18.    Perhimpunan Bantuan Hukum Sumatera Utara (BAKUMSU)
19.    Walhi Papua
20.    UKM DEHALING UNCEN
21.    DPP GSBI PUSAT
22.    Jaringan Advokasi dan Lingkungan (JASOIL) Tanah Papua

Lihat Pers Rilis versi PDF disini Peristiwa Wasior Berdarah

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.