Header Ads

Dunia Sedang Menghadapi Krisis Kemanusiaan Terbesar Pasca PD II


REUTERS - PARA pengungsi Somalia antre pembagian makanan di Distrik Hogan, Ibu Kota Mogadishu bagian selatan.*
NEW YORK, (PR).-  Dunia sedang menghadapi krisis kemanusian terbesar sejak berakhirnya perang dunia kedua. Menurut pegawai senior PBB, kini 20 juta orang di empat negara mengalami kemiskinan dan kelaparan.

Stephen O’Brein, Sekretaris Jenderal Bidang Kemanusiaan PBB mengemukakan bahwa tanpa koordinasi dan kerjasama masyarakat dunia, “banyak orang semakin rentan mengalami kelaparan, kemudian mati. Selain itu, banyak orang akan menderita dan mati karena berbagai macam penyakit.”
Seperti diberitakan The Guardians, O’Brein mengharapkan adanya bantuan kepada empat negara yang sedang menderita. Yaitu Yaman, Sudan, Somalia, dan Nigeria. “Untuk melawan malapetaka, untuk mencegah bencana, setidaknya kita membutuhkan 4,4 juta dolar hingga Juli nanti,” ucap
 O’Brein di kantornya di New York, Jumat, 10 Maret 2017 lalu.

Tanpa suntikan bantuan dana, anak-anak akan menderita gizi buruk dan tidak dapat pergi ke sekolah, kemudian mereka tidak bekerja dan pembangunan akan gagal. “Kehidupan, masa depan, dan harapan akan hilang begitu saja,” ucapnya.

PBB dan organisasi pangan dunia menyebutkan bahwa kelaparan menerpa 30% anak-anak di bawa umur 5 tahun. Kelaparan dan gizi buruk menjadi penyebab dua atau lebih dari 10.000 kematian manusia setiap harinya.

Menurut O’Brein, krisis kemanusiaan terbesar tejradi di Yaman, di mana sekitar 18,8 juta orang membutuhkan pertolongan dan lebih dari 7 juta orang kelaparan dan tidak tahu dari mana mereka akan mendapatkan makanan setiap harinya.
Yaman sedang bergulat dalam konflik karena kobaran perang antara Arab Saudi dan Iran di negara termiskin tersebut. Hanya dalam dua bulan terakhir, lebih dari 48.000 orang melarikan diri karena peperangan. Karena peperangan itu Yaman menjadi negara yang paling terpuruk di dunia.

“Sayangnya, seluruh pihak yang terlibat dalam konflik dengan sewenang-wenang menolak dan mempolitisi bantuan yang akan datang. Padahal, seharusnya mereka bertanggung jawab atas penderitaan kemanusiaan, kelaparan yang tak terelakkan, kematian yang tidak perlu, dan penderitaan lainnya yang diakibatkan peperangan tersebut.”

Untuk 2017, O’Brein mengatakan dibutuhkan 2,1 juta dolar AS untuk membantu 12 juta orang penduduk Yaman. Namun, hanya 6% yang telah diterima sejauh ini. Untuk mengusahakan dana bantuan kepada Yaman, O’Brein mengatakan bahwa sekretaris jenderal PBB Antonio Guterres akan memimpin konferensi penjaminan untuk Yaman pada 25 April di Jenewa.

Kepala bagian Kemanusiaan PBB itu pun mengunjungi Sudan Selatan, sebuah negara paling muda di dunia yang telah dirusak perang saudara selama tiga tahun. “Inilah situasi yang buruk yang pernah terjadi di sana,” geram O’Brein.

“Kelaparan di Sudan adalah kelaparan yang diciptakan manusia. Kelaparan karena peperangan. Pihak yang berkonflik seharusnya bertanggung jawab atas malapetaka ini, dan menghentikan segala tindak kekerasan mereka.”

O’Brein memaparkan bahwa lebih dari 7,5 juta orang membutuhkan bantuan. Angka itu meningkat 1,4 juta dari data tahun lalu, dan sekitar 3,4 juta orang di Sudan Selatan terlantar termasuk 200.000 orang yang telah meninggalkan negara itu sejak Januari.

“Lebih dari satu juta anak mengalami gizi buruk, termasuk 270.000 anak yang berhadapan dengan resiko kematian yang semakin mendekat. Selain itu, wabah kolera mengancam mereka sejak Juni 2016 dan menyebar ke lokasi yang lebih banyak.”

Di Somalia, negara yang juga dikunjungi oleh O’Brein, lebih dari setengah populasinya—sekitar 6,2 juta orang— membutuhkan bantuan dan perlindungan, termasuk 2,9 juta orang yang menderita kelaparan dan membutuhkan bantuan untuk keberlanjutan hidup mereka. Dia mengingatkan bahwa hampir 1 juta anak dengan umur di bawah 5 tahun menderita gizi buruk yang sangat parah.
Kelaparan Bengali: Rekayasa Genosida Terburuk dalam Sejarah
“Apa yang saya lihat dan saya dengar saat kunjungan saya ke Somalia sungguh mengenaskan, tragis sekali. Perempuan dan anak-anak berjalan berminggu-minggu untuk mencari makanan dan air.
Mereka kehilangan cadangan hidup mereka, sumber air telah habis dan mereka tidak memiliki apapun untuk menjalani hidup,” ucap O’Brein. “Dengan segala hal yang telah hilang, perempuan, anak-anak, dan para laki-laki terus berpindah ke pusat kota.”

Dia menggambarkan kondisi itu hampir sama seperti kondisi kelaparan Somalia yang sangat tragis pada 2011 lalu. Namun, kini PBB dan mitra lembaga kemanusiaan lainnya telah memiliki rekam jejak yang lebih baik dalam perlindungan sumber daya dan hal itu didukung pemerintah baru yang akhir-akhir ini telah mengumumkan bahwa kekeringan sebagai bencana besar nasional.

“Malapetaka kemanusiaan ini perlu diselesaikan secara tuntas. Kami siap meskipun dengan tantangan dan resiko yang sangat berat. Namun, kami membutuhkan bantuan dana yang sangat besar saat ini.”

Di timur laut Nigeria, kondisi kemanusiaannya sama mengenaskan. Tujuh tahun pemberontakan oleh kelompok ekstrimis Boko Haram telah membunuh lebih dari 20.000 orang dan membuat 2,6 juta orang terusir dari rumahnya. Seorang relawan kemanusiaan PBB mengatakan, bahwa bulan kemarin beberapa orang dewasa terlalu lemah untuk berjalan dan beberapa komunitas telah kehilangan bayi tercinta mereka. (Muhammad Fasha Rouf)***

sumber: http://www.pikiran-rakyat.com

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.