Header Ads

APAKAH MASALAH WEST PAPUA SUDAH DIKUPING BENYAMIN NETANYAHU PERDANA MENTERI ISRAEL?

WEST PAPUA:

APAKAH MASALAH WEST PAPUA SUDAH DIKUPING BENYAMIN NETANYAHU PERDANA MENTERI ISRAEL?

Oleh Dr. Socratez S.Yoman

1. Pendahuluan

Kita sudah tahu posisi Indonesia  Mendukung Palestina Merdeka dan Vanuatu Mendukung Israel dan Yerusalem sebagai ibukota Israel. Untuk mewujudkan dukungan itu Perdana Menteri Vanuatu Mr. Charlot Salwai telah melakukan kunjungan resmi ke Israel dari tanggal 14-19 Oktober 2018.
Bersamaan itu, minggu lalu, Perdana Menteri Australia, Scott Morrison menyatakan ada potensi untuk memindahkan kedutaan Australia di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. Tentu saja Pemerintah Indonesia menyatakan oposisi yang kuat terhadap proposal tersebut. Pemerintah Indonesia, termasuk pemerintahan Presiden Joko Widodo saat ini, telah mengejar kebijakan luar negeri yang didasarkan pada solidaritas dengan Palestina. Selanjutnya, jika Australia memindahkan kedutaannya ke Yerusalem.

Sejarah bersaksi,  sejak Indonesia secara resmi memperoleh kemerdekaan pada  1949, pemerintah Indonesia telah mengadvokasi untuk mendukung negara Palestina dan hak-hak orang Palestina. Indonesia bukan hanya negara mayoritas Muslim, tetapi banyak warga Indonesia, negara yang mengalami penjajahan Belanda 350 tahun, memandang pemerintahan Israel atas Palestina sebagai penjajahan. Presiden pertama Indonesia, Sukarno, menyatakan pada tahun 1962 bahwa "selama Palestina tidak memperoleh kemerdekaannya, Indonesia akan terus menantang pendudukan Israel.

Bagaimana dengan pendudukan/ penjajahan Indonesia atas West Papua?
Apa pandangan Indonesia terhadap keberpihakan negara Vanuatu dan negara-negara Pacific lainnya yg secara terus menerus memperjuangkan hak menentukan nasib sendiri bangsa West Papua menuju kemerdekaan? Selama Papua juga belum memperoleh kemerdekaannya, penjajahan Indonesia atas West Papua (West New Guinea) sejak 1963 sampai sekarang akan ditantang terus baik oleh bangsa West Papua sendiri maupun oleh negara-negara pendukung seperti Vanuatu dan negara-negara lain.


2. PM Benyamin Netanyahu dan PM Charlot Sawai

Setelah penulis mengetahui informasi kunjungan resmi PM Vanuatu ke Israel pada 14-19 Oktober 2018, penulis berusaha menghubungi pemimpin pejuang bangsa West Papua untuk mendapatkan informasi akurat.  Penulis memperoleh jawaban  dari pemimpin pejuang West Papua Merdeka.

" Bapak dan rakyat dan bangsa West Papua perlu ketahui ialah kami secara resmi sudah tanda tangan bilateral antara ULMWP dengan Vanuatu. Status kami seperti Negara dengan Negara. Vanuatu sudah menjadi Co-Sponsor utama. Vanuatu Negara kecil tapi ia mempunyai induknya, yaitu Inggris Raya. Ia mempunyai sahabat 55 Negara Commenwelth/Negara Persemakmuran. Vanuatu juga mempunyai integritas/reputasi Internasional. Penjelasan menjadi jelas untuk bapak. Sampaikan rakyat bangsa West Papua jaga dan dukung ULMWP dalam doa."

Dalam keadaan seperti ini pemerintah Indonesia harus berpikir dan berhitung.

2.1. Apakah pemerintah Indonesia tetap pada pendirian mendukung Palestina tapi kehilangan Papua?

2.2. Apakah pemerintah Indonesia membangun hubungan dengan membuka Kedutaan Indonesia di Tel Aviv dan sebaliknya Israel membuka Kedutaan Israel di Indonesia?

Untuk menjawab dua pertanyaan ini kembali pada pemerintah Indonesia.

2.3. Apakah dalam pertemuan resmi dua Negara ini, PM Charlot Salwai menyampaikan posisi Vanuatu tentang West Papua Merdeka ke kupingnya/telinganya PM Benyamin Netanyahu?

Kalau pada kesempatan pertemuan itu, PM Vanuatu sudah sampaikan perjuangan bangsa West Papua untuk merdeka kepada  PM Israel Benyamin Netanyahu, ia akan bungkam mulut pemerintah Indonesia dengan masalah West Papua ketika Indonesia persoalkan masalah Palestina di PBB. PM Israel mendapat amunisi baru untuk membuat Indonesia tidak berkutik di forum-forum Internasional.

Sebelumnya pada 16 Februari 2017, Ibu Liat Collin Wartawan dan Editor The Internasional Jerusalem Post mengungkapkan:

"hanya dunia berfokus pada aspirasi merdeka rakyat Palestina, tak semestinya suara rakyat Papua yang beraspirasi serupa, diabaikan. "
Pada 4 April 2018, ibu Collins berkomitmen:   "Ya, saya senang untuk mempelajari lebih dalam tentang West Papua dan saya akan mencari melalui jaringan-jaringan."

Pada Kolom My Word, The Jerusalem Post, Liat mengutip tulisan Syahdan Adam Perry seorang Yahudi yang bermukim di Inggris.

"...sejak tahun 1963, sekitar 500.000 orang Papua telah meninggal di tangan pasukan pendudukan yang brutal Indonesia, terhitung lebih dari 25% dari populasi. Angka-angka ini telah diratifikasi oleh beberapa penelitian dan kelompok hak asasi manusia, termasuk Association of Genocide Scholars and Yale Law School. Pembunuhan, penyiksaan, dan pemenjaraan setiap hari tanpa pengadilan oleh militer dan polisi Indonesia dilakukan tanpa konsekuensi dan sedikitpun kecaman. Saya akui bahwa saya tidak menyadari keadaan buruk mereka sebelum minggu ini ketika The Jerusalem Post menerbitkan sebuah artikel Opini Adam Perry dengan judul: West Papua-the forgetten people."

Perkembangan seperti ini menunjukkan, persoalan status politik,  kejahatan kemanusiaan, pelanggaran berat ham, kekejaman, ketidakadilan, penderitaan, terpinggirnya/marjinalnya penduduk Asli West Papua telah menjadi persoalan yang berdimensi Internasional.

Pemerintah Indonesia tidak bisa dan tidak selamanya berlindung dan bertahan dengan kaku "kedaulatan Negara" dan "Vanuatu dan Negara-Negara Pasifik mendukung kelompok separatis.  Ya, sama saja, waktu Ir. Sukarno dan Moh. Hatta dan para pahlawan nasional lain juga distigma  sebagai kelompok separatis oleh pemerintah Belanda waktu itu.

Persoalan bagi Vanuatu, negara-negara Pasifik &  Internasional ialah kemanusiaan, keadilan dan kedamaian yang melampaui kedaulatan Negara ( the state sovereignty). Internasional mendukung kedaulatan dan martabat manusia di West Papua.

Penulis berdoa supaya ada pencerahan. Waa....

Ita Wakhu Purom, 25102018;08:54AM

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.